Senin, 03 Agustus 2009

Mari Jalan-jalan ke Freeport: Cerita Mantan Kuli (1)

Siapa tak tahu Freeport, tambang tembaga dan emas terbesar yang diusahakan di Indonesia. Beberapa hari belakangan, kisruh sedang melanda disana.

Beberapa orang menjadi korban penembakan yang pelakunya hingga sekarang masih dikejar. Tak cukup dengan itu, dua petinggi nya juga menjadi korban luka dalam peristiwa pemboman Mega Kuningan beberapa waktu lalu.

Jika mendengar Freeport, kebanyakan akan segera membayangkan tambang terbuka raksasa beserta truk ukuran besar yang lalu lalang beroperasi. Sama sekali tidak salah. Hingga hari ini, Grasberg -tambang terbuka yang diusahakan Freeport- masih menjadi pemasok produksi terbesar.

Sebagai ilustrasi, Grasberg adalah tambang terbuka yang terletak di kisaran 4000 meter diatas permukaan laut. Bisa dibayangkan ketinggiannya, bahkan gunung tertinggi di Jawa (Semeru) masih berada di kisaran 3000 meter.

Karena letak yang begitu tinggi, kabut hampir sepanjang hari menggelayut. Hujan hampir dipastikan jadi peristiwa harian. Ini belum termasuk kadar oksigen yang lebih tipis dibanding jika tinggal dekat permukaan laut. Butuh waktu untuk beradaptasi dengan tipisnya oksigen ini. Sesak napas, pusing, napas yang lebih cepat, adalah beberapa keluhan awal yang sering dialami para karyawan baru.

Grasberg bisa dicapai melalui 2 cara: jalan darat dan menggunakan tram. Jalan darat ini hanya berupa jalan tanah yang dikeraskan. Pengemudi harus benar-benar trampil karena kondisi yang amat menantang.

Ini disebabkan banyak bagian yang menanjak curam, jalan yang berkelok, dan jurang di salah satu sisi jalan. Kendaraan pun mesti dalam kondisi prima agar mampu melibas setiap tanjakan dan kelokan.

Selain menggunakan jalan normal, Grasberg juga bisa dicapai dengan menggunakan tram. Tram adalah istilah untuk menyebut kereta gantung sebagaimana bisa kita lihat di TMII. Tentu saja tram yang digunakan di Freeport berukuran lebih besar. Tram ini bisa menampung hingga 100an orang sekali angkut.

Perjalanan menggunakan tram butuh waktu 10-15 menit. Yang bikin merinding, tak ada satu pun tiang diantara dua terminal. Jadi tram digantung semata mengandalkan pada konstruksi kawat tanpa bantuan tiang tambahan kecuali dua tiang di masing-masing terminal.

Paling menegangkan adalah saat tram sedang berada di tengah perjalanan dan tiba-tiba mesin rusak. Terayun-ayunlah para penumpang di ketinggian. Kalau kerusakan hanya beberapa menit sih bukan masalah, lha kalau perbaikan butuh beberapa jam?[]


Disalin dari : " kulitambang.wordpress.com

0 komentar: